Selasa, 25 September 2012

Sebuah Perjalanan Cinta (6) -Saat Musibah Menyapa-

14 Agustus 2010
Setelah kunjungan terakhir ke rumahnya memang diriku sengaja untuk membatasi diri mengontak dirinya, karena aku ingin tetap niat baik yang ada ini direalisasikan dengan cara yang baik juga tanpa melanggar batasan-batasan syariat-Nya. Selain itu, diri ini juga ingin fokus dalam meningkatkan amaliyah selama bulan Romadhon. Alhamdulillah menjelang bulan Romadhon yang mulia, diri ini sudah bisa untuk tidak terlalu memikirkannya, hingga hari ini, pada saat puasa sudah berjalan 4 hari, saat setelah sholat dhuha dan tilawah qur’an, iseng kubuka FB miliknya, dan terkaget diri ini ketika kulihat di wall FBnya, ada seorang temannya yang menuliskan “Semoga cepat sembuh” dan setelah kutelisik, dari situ kuketahui bahwa dirinya baru mendapat kecelakaan. Langsung pada saat itu ku sms dirinya, namun lama tak dibalas akhirnya kucoba telpon ke HPnya juga tak ada yang mengangkat, akhirnya ku hubungi salah seorang teman dekatnya untuk menanyakan nomor rumahnya, dan Alhamdulillah diriku mendapatkannya siang itu. Dengan pertimbangan bahwa siang mungkin waktu yang digunakan untuk beristirahat maka ku putuskan untuk menghubunginya pada sore setelah ashar nanti. 
Begitu selesai menunaikan sholat ashar berjamaah di masjid langsung ku coba menghubungi rumahnya -terus terang, pertama kali mendapat kabar dia kecelakaan, risau diri ini ingin mengetahui bagaimana keadaannya-. Ku telpon dan yang mengangkat bapaknya, lalu langsung di berikannya gagang telpon itu kepada dirinya, dari obrolan yang tak terlalu lama tersebut, kuketahui bahwa kondisinya saat ini sudah lebih baik, dia sedang terapi untuk melatih kakinya menekuk dan pekan depan akan mulai berlatih berjalan, ternyata kaki kanannya retak dan patah, Ya Alloh, ku tak dapat membayangkan bagaimana raut wajahnya saat itu, hanya untaian doa yang kupanjatkan kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala, semoga sakit yang kini dideritanya adalah penggugur dosa-dosanya. 
Agak sedikit lega kudengar bahwa kabar dirinya sudah lebih baik, dan akhirnya kuputuskan pekan depan ku ingin pulang untuk menjenguknya sekaligus untuk mengantar buku hadiah ulang tahun untuk adikku. Tak lupa ku kabari ibunda akan hal ini, dan beliau juga terkejut mendengar kabar ini. Dari menelpon ibunda itu diriku tahu bahwa sekitar 2 pekan yang lalu (hampir sama waktu kejadiannya dengan dia kecelakaan) bahwa ibundaku juga mengalami kecelakaan ditabrak mobil dari belakang ketika akan menjemput adikku yang mengikuti les privat. Langsung ku protes pada ibunda mengapa tidak mengabari hal ini padaku, dan kata beliau bahwa beliau tak ingin aku khawatir karena lukanya pun tak serius, hanya lecet di bagian bawah mata beliau.
Setelah sebelumnya kudapati kabar menggembirakan bahwa tulisaku yang kukirimkan untuk mengikuti kompetisi menulis disalah satu forum diskusi intranet berhasil menjadi salah satu dari 5 tulisan terbaik dan berhak mendapatkan hadiah, hari ini ku dikejutkan dengan kabar bahwa seorang yang  sedang akan kupinang sebagai istriku mendapat kecelakaan yang membuat kakinya patah….namun bagaimanapun memang inilah lukisan kehidupan manusia, merupakan perpaduan warna suka dan duka, warna sedih dan bahagia, yang kan saling bergantian tertoreh dalam lukisan kehidupan tersebut. tinggal bagaimana kita menyikapi warna-warna tersebut saat tertoreh dalam lukisan kehidupan kita, apakah kita memilih sabar saat warna sedih dan duka melanda ataukah memilih syukur saat warna suka dan bahagia menyapa….untukmu disana ijinkanku hadirkan namamu dalam kidung doa-doaku…Semoga Alloh menyembuhkanmu secepatnya dengan kesembuhan yang tiada sakit setelahnya, Semoga Alloh menjadikan sakit yang engkau derita sebagai penggugur dosa-dosamu….Aamiin…

22 Agustus 2010
Setelah mengetahui bahwa dirinya sedang sakit maka ku putuskan pekan ketiga di bulan Agustus ini untuk pulang kampung, selain untuk menjenguknya juga ingin ku antarkan hadiah buku ulang tahun adik pertamaku. Dan Alhamdulillah hari ahad tanggal 12 Romadhon 1431 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 22 Agustus 2010, diriku dan ibunda datang berkunjung ke rumahnya untuk menjenguk. Sempat sedikit terlambat ku sampai ke rumahnya karena  ban motor yang kukendarai bersama ibunda bocor ketika sudah hampir sampai ke rumahnya, namun inilah cara Alloh Subhanahu wa ta’ala untuk mempertemukan ibunya dengan ibundaku, karena saat itu ibunya sedang berada di Yogyakarta mengurus adiknya yang baru saja masuk kuliah di UGM. Dengan membawa parcel buah dan bingkisan sederhana berisi buku (Menjadi Wanita Yang Paling Bahagia, Mengubah Musibah Menjadi Berkah, dan Sandiwara Langit) diriku dan ibu bertamu kerumahnya. 
Sesampain di rumahnya kami disambut oleh bapaknya, dan pada kesempatan itu, ibundaku yang banyak mengobrol dengan bapaknya, sekitar setengah jam ibunya pulang dari Yogyakarta, dan kami semua masuk ke ruang keluarga untuk melihat kondisi “dia”, dan memang disana “dia” telah terduduk dengann kruk disebelahnya, langsung kuserahkan bingkisan yang telah kupersiapkan dari Jakarta kepadanya dan ibundaku langsung menyalami dan menanyakan kondisinya, sedang diriku hanya melihat suasana tersebut dengan suasana hati yang mengharu biru, karena kulihat ibundaku dan “dia” ada keakraban dalam mengobrol dan tak tega kulihat kondisnya seperti itu walaupun kulihat ada kesabaran dan ketabahan di raut wajahnya. Selang sebentar bapaknya menawarkanku untuk melihat hasil rongten-nya dan kusetujui hal itu. Ketika bapaknya keluar dari kamar “dia” dengan membawa hasil rongten-nya, pertama kali ku ditunjuki bagian tulang kaki yang retak dan patah tanpa pen,  walaupun sedih melihatnya namun ku masih tahan untuk melihatnya, dan yang kedua ku lihat hasil rongten yang menunjukkan bahwa pen telah terpasang pada tulang kakinya, untuk bagian ini ku tak tega melihatnya, bagaimana tidak, ada 9 sekrup terpasang di kakinya…Ya Alloh, berikan kesabaran dan ketabahan kepada dirinya. 
Tak terasa adzan dhuhur berkumandang, bapaknya lantas mengajakku untuk sholat dhuhur berjamaah di masjid yang tak jauh dari rumahnya sedang ibundaku sholat di rumahnya, seusai sholat kembali diriku, ibunda dan kedua orang tuanya terlibat obrolan sedikit. Sebelum berkunjung, memang sudah ku minta kepada ibunda bahwa jangan mebicarakan lamaranku dahulu karena mungkin situasinya masih kurang tepat, eh malah pas mau pamitan ibunda berbicara masalah ini, walaupun hanya sekilas, hanya menegaskan bahwa ku ingin serius dengannya dengan melamar dirinya, dan bapaknya dengan sedikit tertawa berkata “nggih monggoh mawon…”, ehm…ibundaku, ternyata sifatku menirumu…dan kunjungan singkat itupun berakhir dengan rasa tenang dan lega melihat kondisinya… dan satu lagi, ketika itu “dia” mengenakan jilbab pink…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar