Selasa, 21 Januari 2020

Terkadang kita terlalu cepat


Kita pasti pernah mengalami masa-masa sulit dalam hidup kita. Saat dunia seperti tak berpihak pada kita. Saat putus asa perlahan mendekati kita. Dan saat itu tiba kadang kita terlalu cepat berprasangka, kita terlalu cepat menduga bahwa kitalah yang paling menderita. Kita lupa bahwa pasti ada hikmah,ada pelajaran yang bisa kita ambil dari masa sulit itu jika kita sedikit sabar dan tidak terlalu cepat menduga. Kita lupa bahwa kadang masa sulit itulah yang kelak akan membuat kita lebih tangguh dari sebelumnya, lebih bijak dalam melihat hidup dengan segala problematikanya.
.
Terkadang kita terlalu cepat berprasangka
Terkadang kita terlalu cepat mengambil kesimpulan
Terkadang kita terlalu cepat menduga
Terkadang kita terlalu cepat membuat penghakiman
Terhadap takdir yang menimpa kita
entah itu yang menyenangkan atau menyedihkan.
Kita lupa bahwa Alloh tak kan memberi cobaan kecuali hamba-Nya mampu untuk menjalaninya.
Kita lupa bahwa kita hanya perlu sedikit bersabar dan sujud lebih lama.
Kita lupa dan kita hanya kadang terlalu cepat saja.

Senin, 20 Januari 2020

B U N G A


Sekitar dua hari terakhir ini perhatianku tersita oleh tanaman teratai di depan masjid kantor, karena dalam dua hari terakhir kulihat tanaman itu mulai berbunga. Kuperhatikan kemudian kuabadikan dengan kamera ponsel. Dari ia masih kuncup, sehari kemudian mulai mekar dan siang ini sepertinya mekar sempurna. Indah. Kata yang mungkin tepat untuk mendeskripsikannya.
.
Kemudian sambil memandangi hasil jepretan, aku berpikir dan merenung tentang bunga. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari alam semesta ini, salah satunya bunga, menurutku.
.
Bunga teratai itu tak pernah iri dengan kecantikan bunga mawar yang tersohor, ia tetap mekar dengan kelopak khasnya. Ia juga tidak iri dengan bunga melati yang terkenal dengan aroma wanginya, ia tetap saja mekar walau tak menghadirkan wangi. Pun kepada bunga anggrek yang anggun tumbuh menggantung, ia tetap saja tumbuh walau di kolam berlumpur. Ia tetap menjadi dirinya sendiri sebagai seuntai bunga teratai yang meliuk-liuk saat angin berhembus.
.
Dari situ, sisi lain diriku bertanya "bunga tidak pernah iri kepada bunga lainnya, mengapa manusia yang berakal banyak yang iri kepada sesamanya?"
"bunga juga tidak pernah ingin menjadi seperti bunga lainnya, ia tetap tumbuh menjadi dirinya sendiri, tapi mengapa manusia yang berakal, banyak yang ingin menjadi orang lain?"
Apa karena bunga yang tidak berakal?
Atau malah apa karena manusia yang berakal?

Master of Ceremony


Sebenernya saya sama sekali ga ada riwayat jadi master of ceremony alias MC alias Pembawa Acara, cuman klo tampil di panggung atawa didepan khalayak dan kemudian menggila nah itu ada riwayatnya. Sepanjang ingatan saya (yang ingatannya ga panjang) awal tampil di panggung pas saya masih SMP mungkin atau malah SMA awal, saat itu remaja di kampung kami mau membuat pertunjukan untuk acara 17 Agustus. Kebetulan saya tergolong yang sering ikut kegiatan remaja kampung jadi pas casting pemeran nama saya masuk. Lakon yang dibawakan waktu itu Ande-Ande Lumut dan saya memainkan peran sebagai Yuyu Kangkang. Pentas tersebut sangat-sangat sukses, skenario kami jalankan sebagaimana inginnya pembuat skenario ditambah improvisasi dari masing2 pemeran, membuat malam itu bergemuruh oleh tawa dan tepuk tangan penonton.
.
Singkat cerita dari sana kemudian saat sudah bekerja saya seringkali kedapatan peran dalam acara-acara perpisahan pegawai. Dan mungkin dari acara tersebut riwayat MC saya dimulai. Saya yang berpenampilan bak ustadz (penampilan doank lho ya) tidak disangka oleh teman-teman di purwokerto ternyata bisa menggila juga. Dan setelah itu ketika ada acara saya seringkali ditunjuk sebagai MC, padahal mah ga ada pantes-pantesnya saya, muka ga good looking, ngomong jg medok ngapak. Sempat mau menolak tapi sisi lain saya berkata "ayolah fi, coba dulu, tantangan ini, lumayan pegalaman baru...".
.
Akhirnya dengan modal nekat, muka tembok, dan siap-siap dimarahin serta siap-siap minta maaf klo salah saat nge-MC (karena pasti jadi center of attention) saya coba pengalaman baru ini. Alhamdulillah walau terseok-seok akhirnya sampe saat ini aman-aman aja pas nge-MC, walau emang harus masih banyak belajar lagi. Tapi lagi-lagi modal nekat....

Kamis, 16 Januari 2020

Merasa Pantas


Ini foto saya ambil saat saya masih bertugas di ibukota di salah satu masjid instansi yang katanya tergolong "seksi" di negeri ini. Sepanjang ingatan saya (yang daya ingatnya ga panjang), ini pas ada kajian di masjid tersebut. Saat saya baca apa yang terpampang di foto ini dan saya bandingkan dengan apa yang selama ini saya lihat dan rasakan, ternyata memang masih sangat relevan sekali. Banyak orang yang merasa pantas (mungkin termasuk saya) pantas dalam hal apapun. Sehingga membuat mereka (yang merasa pantas) itu susah untuk menerima nasehat/masukan/kritik karena ya itu tadi "merasa pantas". Seolah-olah orang yang memberi nasehat/masukan/kritik (dan levelnya ada dibawahnya) adalah orang yang ingin menjatuhkan dan menghilangkan ke-"pantas"-annya.
.
Padahal kalau dipikir atau kita coba pikir dan renungkan, yang "merasa pantas" kan juga manusia yang mana tempatnya salah, lupa dan juga punya kemampuan yang terbatas. Kita butuh orang lain untuk mengingatkan agar ketika mulai melenceng ada yang meluruskan. Namun ya karena sudah "merasa pantas" kemudian fitrah-fitrah sebagai manusia kadang diterabas.
.
Padahal mungkin saja
.
yang "merasa pantas" tak punya cukup kapabilitas
yang "merasa pantas" tak punya cukup integritas
yang "merasa pantas" tak cukup awas
yang "merasa pantas" tak tahu tentang ambang batas.
yang "merasa pantas" tak cukup tegas
yang "merasa pantas" hanya sampai pada tataran merasa pantas

Senin, 13 Januari 2020

Nasi Goreng dan Kopi


Alhamdulillah pagi hari diawali dengan nasi goreng buatan istri dan segelas kopi, nikmat manalagi yang didustakan kalau sudah begini. Saya termasuk orang yang sangat menggilai yang namanya nasi goreng mau apapun itu jenisnya asal halal. Nasi goreng pinggir jalan oke, nasi goreng hotel berbintang juga oke, apalagi nasi goreng buatan orang yang disayangi, ehm yang terakhir tak perlulah ditanyai, bisa dua piring saya habiskan. Namun jangan tanyakan kepada saya mana nasi goreng yang enak karena bagi saya makanan hanya ada 2 rasa, enak dan enak sekali.
.
Dan kopi bagi saya setali tiga uang dengan nasi goreng, mau kopi sachet yang satunya ga sampe dua ribuan, mau kopi beli di pasar, cafe atau pinggir jalan, mau kopi hitam atau kopi dengan coklat, krim, susu sebagai campuran buat saya oke-oke saja asalkan kopi dan halal. Pagi kalau tak menyeruput kopi rasanya ada yang kurang saja, sudah semacam mood booster saja itu yang namanya kopi bagi saya. Aroma khas dan rasa pahitnya serasi dengan aroma khas pagi hari.
.
Bagi saya tak perlu mencari tahu tentang apa itu filosofi kopi atau nasi goreng, hanya ingin menikmati dan mensyukuri setiap tegukan kopi dan suapan nasi goreng. Sama halnya aku saat bersama denganmu, tak perlu mencari tahu tentang apa alasannya, hanya ingin menikmati dan mensyukuri detik demi detik kebersamaan dan manisnya senyuman.

Waktu yang Pas atau Pas Waktunya?


"Yank misal nieh, dulu aku dateng ke rumah trus ngajak kamu nikah pas kamu masih kuliah, mau ngga?" tanya saya ke doi pas mau tidur 

"Ya, gimana ya mas, ehm...mungkin mau sieh, tapi kayaknya sama bapak ibu blm boleh deh, nunggu kuliah selese"
"Owh...alhamdulillah ya, untung aku ketemu kamu lagi dan ngajakin nikahnya pas waktunya, hehehe..."
"Iya mas, aku udah lulus kuliah, awal-awal kerja juga, alhamdulillah..."
Dan setelah obrolan itu terjadilah sesuatu....tiiiiittttt (ceritanya sensor)...hehehe...
.
Setelah hampir 7 tahun akhirnya saya menemukan kembali gadis yang dulu terlambat masuk kelas di hari pertama masa orientasi SMA. Setelah kami menjalani kehidupan masing-masing, akhirnya kami bertemu kembali di dunia maya dan tak butuh waktu lama akhirnya saya beranikan diri untuk kembali mengenal dirinya dan mengajaknya menikah. Untung saja hanya dua hari, hati ini dag dig dug nya ga beraturan menunggu jawabannya, dan alhamdulillah gayung pun bersambut, si gadis itu menerima ajakanku. Singkat cerita dikunjunganku yang pertama kali kerumahnya (dan pertama kali juga bertemu orang tuanya) setelah bincang-bincang santai, akhirnya sebelum pamit pulang saya beranikan diri untuk mengungkapkan bahwa saya berniat meminang anak gadisnya.
.
Setelah kunjungan nekat itu sekitar setengah bulan hati ini jadi resah, galau, gundah gulana rasanya menunggu jawaban darinya. Dan alhamdulillah akhirnya ke-nekat-an saya berujung jawaban iya darinya. Singkat cerita akhirnya si gadis yang terlambat masuk kelas itu hingga saat ini menjadi istri dan teman hidup saya.
.
Alhamdulillah pas waktunya si gadis itu terlambat masuk kelas, jadi saya sedikit memperhatikan dan sempat terkesima waktu itu.
Dan alhamdulillah waktu yang pas saya menemukannya lagi dan mengajak nikah saat dia sudah lulus kuliah.
Mungkin jika saya terlalu cepat, saya dan dia tidak akan terikat dalam suatu akad.
Dan mungkin jika saya terlambat dan tidak nekat, dia akan terlewat.

Positive Think(r)ing


Pernah ga sieh kita dimarahin sama orang tua kita dulu pas masih kecil? Kayak-kayaknya sieh pernah ya. Terus sempet ga kepikiran saat itu kalau "jahat amat ya emak bapak saya" atau "tega banget ya emak bapak saya", kayak-kayaknya jg pernah sieh ini. Terus sekarang pas udah dewasa baru deh tau owh ternyata dulu emak/bapak marahin saya karena apa yang saya lakuin efeknya kedepannya ga bener to. Dan dengan dimarahin saya jad ga lakuin itu. Dan dengan dimarahin saya jadi sukses (sesuai ukuran masing2). Dan dan dan yang lain. Kata orang itulah kenapa penyesalan selalu ada di belakang, ya iya lah klo didepan namanya pendaftaran.
.
Beberapa takdir kadang juga kita buru2 ngeliat pake pikiran yang negatif, kalau udah gitu seterusnya juga bakalan negatif mulu. Padahal ya klo mau tenang bentar sambil think(r)ing (jongkok) bisa jadi kita bakalan positive thinking dah. Karena kadang dengan positive think(r)ing kita bisa tuh akhirnya positve thinking terhadap apa takdir yang menimpa kita. Bahkan kadang juga nieh positive think(r)ing itu bisa bikin kita dapet inspirasi atau malah nemu inovasi.
.
So be positive think(r)ing ya gaessss.

Rabu, 08 Januari 2020

Cita-Cita



Sewaktu kita kecil seringkali bahkan mungkin hampir pasti ibu bapak guru kita pernah mengajukan pertanyaan "Cita-citamu apa sayang?" atau "Kalau sudah besar mau jadi apa?"
Dan seperti sudah menjadi hal yang umum anak2 dulu (yg satu angkatan dengan saya) menjawab dengan jawaban dokter, polisi, tentara, presiden, guru, atau ingin seperti bapak/ibu atau profesi-profesi yang umum ada waktu itu. Ada yang menjaga cita-cita tersebut hingga akhirnya bisa mewujudkannya dengan segala macam upaya dan daya. Namun tak sedikit juga yang cita-cita nya kandas oleh situasi dan kondisi atau malah kandas oleh sebuah kompromi.
.
Bahkan mungkin diantara kita pada saat dulu ditanya cita-cita tidak ada yang menjawab menjadi PNS/ASN, betul? Namun nyatanya saat ini banyak yang setelah dewasa cita-citanya ingin menjadi PNS/ASN. Karena ya ada situasi kondisi dan juga kompromi yang kemudian kita mendefinisi ulang cita-cita kita. Ada yang mendefinisi ulang cita-citanya ketika memasuki gerbang SMA, ada yang mendefinisi cita-cita saat di bangku kuliahan. Pun juga ada yang mendefinisi ulang cita-citanya saat sudah beranjak tua. Cita-cita tidak selalu sama dengan profesi yang sedang kita jalani saat ini, walaupun ada yang profesi saat ini sama dengan cita-citanya.
.
Selanjutnya adalah muncul pertanyaan "apakah yang kandas cita-citanya adalah yang gagal?" Belum tentu, bahkan mungkin dengan kandasnya cita-cita tersebut menjadi jalan lain untuk menuju sukses -tentunya sukses dengan definisinya masing-masing-. Apapun cita-cita kita serta menjadi apa kita sekarang dan masa yang akan datang yang paling penting adalah kita bisa menjadi manusia yang berguna, bermanfaat bagi sekitar kita.
.
Sebagai penutup saya jadi ingat pesan kawan saya "Fi gantungkan cita-citamu setinggi-tingginya, jadi klo pun ga nyampe kamu masih ada di atas tidak dibawah."

Aku kalah Aku Pilih Menyerah, Jakarta


Jakarta sebuah kota dimana aku pernah hidup didalamnya, kota yang begitu banyak memberi diri ini pelajaran berharga, kota dimana aku bertemu sekumpulan keluarga baru, kota yang menempa diri menjadi lebih dewasa, dan kota dimana tersimpan banyak kenangan suka maupun duka.
Jakarta itu ibukota yang kata orang dulu lebih kejam dari ibu tiri. Namun aku bersyukur bahwa yang kujumpai dari kota ini adalah keramah-tamahannya. Kesempatan dan hingar bingar Jakarta bagai gula yg membuat semut-semut datang berebut.
.
Sekitar 4 tahun hidup di jakarta dengan status jomblo buatku tak terlalu masalah dengan kompleksitas permasalahan jakarta. Ku mencoba menikmati. Namun saat anak-anakku lahir aku berpikir ulang tentang kota ini. Benar kata orang, prioritas kita akan perlahan-lahan bergeser ketika kita sudah mempunyai anak. Begitu jg denganku. Pola pikir anak desa masih melekat di pikranku walaupun hampir satu dekade tinggal dijakarta.
.
Dan pada akhirnya aku memilih bahwa:
Aku telah menyerah dengan hingar bingar Jakarta,
Aku telah kalah dengan hiruk pikuknya Jakarta,
Aku telah kalah dengan ego anak desa,
Aku tak sekuat dan setegar orang-orang yang mengadu nasib dan peruntungannya di Jakarta.
Namun aku bersyukur pernah hidup di Jakarta.
.
Mereka yang masih hidup dijakarta adalah orang-orang yang menurut saya lebih tangguh, lebih tegar, lebih kuat dari rata-rata orang dalam segi mental, daya juang dan pikiran.
.
Dan kini jakarta dan daerah sekitarnya terendam banjir, mari kita sama-sama doakan agar banjir segera surut dan warganya kembali bangkit serta menjalani hidup seperti sedia kala dan menjadi lebih bahagia. Karena jakarta milik kita bersama, seluruh warganya adalah saudara kita.

R E S O L U S I



Kata yg sering dan nyaring terdengar di akhir atau awal tahun, menggambarkan apa yg jadi harapan di tahun mendatang. Namun menurut saya agak sedikit kurang pas kalau resolusi harus menunggu akhir atau awal tahun, lagi-lagi menurut saya. Kalau resolusi diartikan/digambarkan sebagai sebuah harapan yg harus atau paling tidak berusaha diwujudkan di masa datang maka lebih pas kalau resolusi itu kita tetapkan setiap hari.
.
Di malam penghujung hari kita kontemplasi apa yg sudah kita lakukan seharian, apa yg kurang tepat, apa saja keliru kita dan kemudian setelah itu kita susun resolusi utk hari esok. Apa saja harapan yg harus (berusaha) kita wujudkan, apa saja keliru yang harus kita luruskan. Yang tentunya outcome dari resolusi itu adalah hari ini menjadi lebih baik dari hari yang lalu.
.
Kata orang hari kemarin telah terlalui, hari ini sedang kita jalani dan hari esok adalah misteri. Pertanyaannya adalah jika esok hari itu sebuah misteri, apakah akan berakhir baik jika kita jalani tanpa ada rencana atau resolusi?

Engkau Utuh Aku Separuh


Tak perlu kau jadi mawar
Tuk tunjukkan arti indah merekah
Tak perlu kau jadi tulip
Tuk tunjukkan arti keanggunan

Tak perlu kau jadi rembulan
Tuk tunjukkan arti kelembutan
Tak perlu kau jadi pelangi
Tuk tunjukkan sebuah jati diri

Cukup jadi dirimu sendiri
Dengan kurang dan lebih yg ada

Tak perlu jua kau jadi bidadari
Cukup jadikan bidadari cemburu padamu
Dengan taat dan patuhmu
Pada Tuhanmu
Pada Rasulmu
Pada belahan hatimu
Pada orang tuamu

Cukup...cukup...
Cukup engkau dengan utuhmu
Karena Engkau Utuh adalah aku separuh

G A D U H


Gaduh tak selalu mengaduh
Tak juga selalu tentang keluh
Gaduh jua tak selalu gemuruh
Tak juga harus berpeluh

Sewaktu...gaduh itu perlu
Untuk memecah pikir yang keras membatu
Untuk menyentuh hati yang dingin membeku

Gaduh itu keniscayaan
Agar muncul perbaikan
Agar timbul kesyukuran
Agar membuka sumbat dalam ingatan

Gaduh tak selalu rusuh
Kadang gaduh buka mata yang terlanjur menatap separuh
Agar kemudian menatap seluruh
Karena setiap sisi tatap itu ada pengaruh

Separuh separuh mula gaduh
Atau gaduh yang buat separuh separuh?