Rabu, 17 Februari 2010

Dear Diary...

Padamu kuingin tumpahkan rasa gundah di hati yang selama ini selimuti diri. Ry sudah hampir 4 tahun niatan ini bersemayam dalam hatiku, semenjak ku kuliah di jogja 2005-2006 yang lalu, entah mengapa ku merasa pikiranku sudah melampaui usia yang saat itu tengah kutapaki, berawal dari perkenalan dengan teman kuliahku, bercanda tentang suatu pernikahan, hingga seiring berjalannya waktu, hal itu ternyata sudah menggumpal dalam hati sebagai suatu niatan suci, kau pasti sudah dapat menebaknya Ry, menikah, ya…itu yang sudah hampir 4 tahun menggelayuti pikiranku. Memang usiaku boleh dikata terlalu dini untuk menikah, namun sungguh Ry, aku tak ingin terperosok dalam dosa dan kemaksiatan dalam zaman yang semakin edan ini, dimana aurat dengan begitu mudahnya diumbar dimana-mana. Banyak orang menganggapku sudah layak untuk menikah, pekerjaan sudah dapat, ilmu walaupun masih sedikit sekali namun aku yakin bisa memulai untuk hidup berumah tangga. Ku kira dulu hal ini menjadi hal yang sederhana bagiku, ketika ku tahu dalam islam tak ada yang namanya pacaran. Ku tulis biodataku,

lalu minta bantuan ustadz atau orang yang dapat ku percaya, setelah itu kudapatkan biodata seorang wanita, dan kurasa cocok, lalu kita berkenalan, dan setelah itu ku bisa melamarnya, dan akhirnya ku bisa menikahinya, sederhana terdengarnya Ry…namun kenyataannya tak seperti itu yang kujumpai, ketika biodataku sudah kutitipkan pada ustadz dan orang yang ku percaya, dan ku merasa cocok, bundaku tidak bisa menerimanya, dan ketika bundaku menyodorkan calon, tak ada dalam hatiku kecondongan untuk melanjutkan prosesnya. Rumit, ya rumit ternyata Ry. Sungguh dulu aku sangat ingin segera menikah, ketika…ya 1 tahun setelah lulus kuliah, namun apa daya, bunda belum mengijinkan aku tuk menikah, dank u tak menyalahkan bundaku, karena satu hal yang kuyakini bahwa Ridho orang tua juga ridhonya Alloh. Memang Ry, aku anak pertama, ayahku telah tiada, beliau meninggal ketika usiaku baru menginjak 7 tahun, adikku ada 2 orang, ibuku hanya seorang guru SMA, yang mau tidak mau begitu ku lulus kuliah dan bekerja, akulah seolah-olah yang menjadi tumpuan bagi keluargaku. Sementara diantara teman-temanku sudah banyak yang mengarungi samudera kehidupan dengan melayar bahtera rumah tangga, bahkan tak sedikit yang sudah bersiap dan menjadi seorang ayah atau ibu. Ry, itu memang salah satu yang memotivasiku untuk menikah pada usia dini, namun yang utama adalah aku ingin menjaga kemaluanku, menjaga kehormatanku, sebagaimana dalam sabda nabiku tentang maslahat menikah. Ry, kini ku hidup di kota orang, yang entah sampai kapan ku akan ada disini, dan hal ini semakin menambah motivasi dalam diri untuk menikah. Ketika pulang dari kantor, terkadang dalam perjalanan yang ditemani indahnya langit senja, ku bayangkan, disana, di sebuah rumah kontrakan yang sederhana, telah menanti seorang wanita dan ketika melihat kedatanganku manis senyumnya menyambutku dan salam terucap dari bibirnya menyapaku, yang hilangkan penat dan lelah setelah bekerja seharian. Namun itu hanya bayanganku saja Ry, nyatanya setiap pulang kantor, yang kujumpai hanya kasur lengkap dengan bantal dan guling, serta hanya tembok kamar kos yang diam membisu. Ry, tak sedikit orang mengatakan bahwa aku sudah terlalu banyak teori, mana aksinya…namun sungguh Ry, bukannya aku tak berusaha, usaha sudah kulakukan, biodataku sudah kuserahkan pada ustadz dan orang yang kupercaya, namun Alloh berkehendak lain. Aku yakin Ry, inilah skenario yang paling indah untukku dari Alloh, dan aku yakin dalam penantianku ini pasti ada hikmah yang tersembunyi, walau mungkin baru ku ketahui nanti. Alloh sedang menempaku dalam penantian ini, hingga kelak ketika Dia hadirkan jodohku aku telah siap untuk menjemputnya. Ry, dalam rinai hujan ku tuliskan hal ini padamu. Aku tak ingin hal ini terlalu memenuhi dan memberatkan pikiranku, maka itu ku tulis didirimu Ry, ingin ku tulis dalam diary yang sebenarnya, tapi aku sadar tulisan tanganku tak begitu bagus. Ry, tahukah kau dalam setiap untaian doaku, setelah sholat wajib, sholat dhuha, sholat hajat, dan sholat tahajjud, selalu ada dirinya. Dan tak jarang ketika kupinta hal itu air mata ini begitu cepat meleleh, membasahi mata dan pipiku, aku sudah rindu Ry, sangat rindu untuk menikah. Aku rindu untuk bisa bertahajjud bersama istriku, aku rindu doanya ketika menghantarkanku pergi tuk berjuang mencari nafkah, aku rindu tuturkata lembutnya yang berikan nasehat ketika ku khilaf, aku rindu ketika ia sandarkan kepalanya dibahuku, aku rindu untuk mendengarnya bercerita atas apa yang terjadi padanya hari ini, aku rindu membaca dan meresapi ayat-ayat Al-qur’an bersamanya Ry, aku rindu, sungguh sangat rindu saat-saat itu, saat yang kunanti. Ry, aku rindu, aku rindu untuk menikah…

1 komentar: