Rabu 18 November 2009
Siang ini ketika kubuka account Facebookku, di halaman Beranda kulihat teman Facebookku yang juga adik kelas waktu kuliah D1 STAN di jogja dulu mengupload beberapa foto, dimana di foto tersebut terpampang wajah seorang ibu yang sangat familiar bagiku, seorang ibu pemilik warung makan di dekat kampus BDK III Yogyakarta yang sangat baik kepada kami -para mahasiswa STAN-, Ibu warung Ijo begitu ku menyebut beliau, karena warung sederhananya bercat warna hijau. Banyak diantara kami yang sering sarapan dan makan siang di warung beliau, betapa tidak, sudah nasi dan lauknya boleh mengambil sendiri -yang artinya sebanyak apapun, itu terserah kita- dengan harga miring pula, ketika pertama makan disana, masih ingat saya, ketika itu, saya dan beberapa teman jogging, disekitar desa Purwomartani, Kalasan, dan sepulang jogging, kami mampir ke warung beliau yang saat itu beliau berjualan tidak di warung tetapi di depan rumahnya, yang beliau jual saat itu adalah nasi kuning, pada saat itu -saat ketika keprihatinan begitu lekat dengan saya- makan nasi kuning adalah makanan yang jarang saya konsumsi, jadi menjadi sebuah makanan yang spesial. Alangkah kagetnya ketika akan membayar, dan saya tanya ”berapa bu?” beliau menjawab “seribu mas”, lalu saya lanjutkan pertanyaan saya “klo tambah gorengan 2 berapa?” sang ibu menjawab “klo gorengannya seribu 3 mas”…Ya Alloh…murah sekali ibu ini menjual makanan, walhasil saya dan beberapa teman patungan untuk membeli gorengan, jadi pagi itu untuk sarapan saya hanya mengeluarkan uang sebesar Rp 1.500 untuk satu porsi Nasi Kuning sudah sekalian orek tempe dan telur dadarnya -yang menurut saya merupakan porsi besar, karena nasinya banyak- serta 2 tempe goreng. Sejak saat itulah saya dan beberapa teman menjadi pelanggan warungnya. Bahkan kalau untuk sarapan saya dan beberapa teman harus cepat-cepat menuju warungnya karena ada rombongan teman kami -yang kosnya jauh dari warung ibu ini- juga yang bungkus, dan bungkusnya tidak hanya untuk dirinya tetapi untuk teman satu kos, jadi sekali beli bisa 9-10 bungkus. Ah…kenangan itu, sungguh indah terasa. Sekedar informasi bahwa makan di warung Ibu warung Ijo dengan menu Nasi, sayur, 2 tempe, kita hanya merogoh kocek sekitar Rp 1.500 -itu nasi dan sayurnya ambil sendiri lho- ditambah jeruk anget atau es jeruk seharga Rp 500 -sudah kondisi tahun 2006-, bahkan yang mencengangkan lagi ketika ada Pendaftaran Ujian Saringan Masuk STAN di BDK III Jogja, ketika warung lain meniakkan harga, ibu warung ijo ini masih member harga miring kepada kami -mahasiswa STAN-.
Dan berdasarkan hasil wawancara singkat adik kelas saya dengan beliau, ketika ditanya kenapa jualannya kok murah banget, beliau menjawab (dalam bahasa jawa tentunya) “Oh,gini,kita semua kan bersaudara ,saudara seiman,emak cuma pingin bantu anak2 STAN,cuma itu yang bisa emak lakuin buat bantuin kalian,kalo ke anak2 non STAN ya harga normal mbak..he he”…Ya Alloh…begitu mulianya hati ibu ini, memang orang yang dimuliakan dengan harta yang melimpah belum tentau dikaruniai kemuliaan dan ketulusan hati seperti beliau ini yang hanya Ibu penjual nasi. Beliau sudah membantu kami meraih cita kami dengan menyediakan makanan untuk kami di pagi, siang dan malam hari dengan harga yang miring. Senyum selalu menghiasi wajahnya ketika menyambut kami yang akan makan diwarungnya, walaupun entah mungkin ada kegundahan dalam hatinya karena anak perempuannya (maaf) mempunyai penyakit keterbelakangan mental. Beliau mengajarkan kami arti sebuah ketulusan dan kesederhanaan…
Oh ya satu lagi, saya dan beberapa teman sering pinjam sepeda beliau untuk menuju ATM mengambil uang dan pernah sekali kami tanya mangga jenis apa yang ada disamping warungnya eh malah beliau memberi kami beberapa buah mangga itu (mangga bagi saya anak kos merupakan buah yang mewah dulu)…..^_^
terima kasih kepada adik kelas yang telah mengupload foto Ibu warung Ijo
dan untuk Ibu warung Ijo terima kasih jua atas ketulusannya....
ini kangenkuliah kayaknya... kekee
BalasHapushehehehehe, yoi mas, kangen suasananya dan kenangan indahnya....^_^
BalasHapusya masih ada ya hati seperti ibu dijaman begini
BalasHapus