Senin, 31 Januari 2011

Bersama Kesulitan ada Kemudahan (2)

28 Januari 2011

Oh ya, sebelum jauh ku bercerita disini sedikit mengingatkan kalau tulisan ini berhubungan dengan tulisanku sebelumnya yaitu Bersama Kesulitan ada Kemudahan. DI tulisan sebelumnya ibundaku masih berkeberatan jikalau diriku dan dirinya melaksanakan akad nikah dahulu, namun setelah ku meminta pendapat kepada salah seorang rekan kerja, beliau menyarankan diriku untuk mencoba kembali melobi ibundaku, bukan berarti menentang ibundaku namun ketika hal yang memang harus disegerakan ternyata ditunda bukan karena alasan yang syar'i maka melobi ibunda adalah jalan ikhtiarku untuk menyegerakan apa yang seharusnya disegerakan. Oleh karenanya, ba'da sholat isya ku telpon Paklik-ku yang selama ini menjadi tempat ibu untuk sharing atau merundingkan sesuatu dalam keluarga besar kami. Pembicaraan dengan Paklik-ku langsung ke inti permasalahan, kusampaikan keberatan ibundaku juga kusampaikan bahwa hal ini (menikah) merupakan salah satu urusan yang tak boleh ditunda-tunda jika memang sudah siap, walaupun akad dahulu kukatakan bahwa itulah sebenarnya substansi dari pernikahan, karena setelah akad itulah ku telah halal bagi istriku dan istriku pun telah halal bagiku masalah resepsi walaupun memang dianjurkan bisa dikatakan sebagai pelengkap saja. Alhamdulillah Paklik-ku sependapat denganku dan ketika ku minta bantuannya untuk melobi ibundaku, beliau bersedia, "Baiklah Fi, besok mungkin akan Paklik telpon ibumu" begitu kata beliau.

29 Januari 2011

Alhamdulillah akhirnya hari yang dinanti datang juga, sabtu, saatnya untuk sejenak merehatkan tubuh ini setelah penat yang menggelantungi diri selama senin-jum'at. Seperti biasa jadwal yang kurancang untuk sabtu ini adalah mencuci pakaian. Sempat bermalas-malasan akhirnya agenda mencuci terlaksana juga (maklum anak kos, hehehehe). Seusai mencuci ku kembali ke kamar, sembari ingin mengetahui jam berapa saat itu kulirik HPku, dan ternyata ada 2 misscall dari Paklik-ku, "Wah pasti Paklik sudah menelpon ibu nieh" batinku. Langsung saja ku telpon balik beliau, dan ternyata benar dugaanku, Paklik telah menelpon ibunda dan menyampaikan seperti apa yang kusampaikan kemarin kepada beliau, kata Paklik-ku setelah beliau menjelaskan kepada ibundaku, sepertinya ibunda sudah menyetujui dan tidak berkeberatan lagi, "Alhamdulillah" batinku.

Ketika pagi beranjak meninggi menuju siang hari satu SMS dari ibundaku masuk ke HP ini, "Fi sudah dapat belum maharnya" begitu isi SMS ibundaku. "Wah, benar nieh kata Paklik, ibu bertanya seperti ini berarti ibu sudah setuju" batinku, lalu kubalas "Belum bu, InsyaAlloh besok baru saya cari".

Dan saat malam datang mengganti siang yang telah tenggelam oleh gelap, ku telpon ibundaku ba'da sholat isya, sembari membicarakan tentang mahar yang baru besok kucari kutanyakan jua bagaimana jadinya kalau akad dahulu, dan ibundaku berkata "ya sudah ndak apa-apa kalau akad dahulu..." Alhamdulillah...berulang kali ku puji nama-Mu Ya Alloh....

Kemarin saat kesulitan datang menyapa ku yakinkan diri bahwa pasti di ujung jalannya Alloh telah memarkir Kemudahan, dan Alhamdulillah kemudahan itu akhirnya Alloh berikan padaku dalam urusan ini. Karena dalam ayat cinta-Nya yang begitu indah, Alloh telah tegaskan dua kali "Fa Innama'al 'usri yusro. Innama'al 'usri yusro." (Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan) Q.S 94 : 5-6.

Sedikit saja membahas dua ayat diatas (jadi biar ngga cuman curhat doank, tapi nambah ilmu juga...hehehehehehehehe), saya ambilkan pembahasan dari tafsir Juz 'amma karya Syaikh Utsaimin disebutkan bahwa Ibnu Abbas Radhiyallohu anhu tentang ayat ini berkata, "Tidak akan mungkin satu kesulitan akan mengalahkan dua kemudahan".*

menurut ahli balaghah, "Arah perkataanya adalah bahwa kesulitan tidak disebut melainkan satu kali". Lho kok bisa?

Jadi Kesulitan yang pertama diulang dalam kesulitan yang kedua dalam bentuk ma'rifah** sedangkan kemudahan disebut dalam bentuk nakirah. Kaidahnya, jika ism disebut dua kali dengan bentuk ma'rifah, maka yang kedua sesungguhnya adalah yang pertama, kecuali sangat sedikit yang tidak demikian. Sedangkan jika ism disebut dua kali dalam bentuk nakirah, maka dia bukan yang pertama. Jadi di dalam dua ayat yang mulia diatas, dua kemudahan dan satu kesulitan. Karena kesulitan disebutkan dua kali dengan bentuk ma'rifah.

Perkataan ini adalah berita dari Alloh Azza Wa Jalla dan berita-Nya adalah berita yang paling sempurna kebenarannya. Janji-Nya tidak pernah diingkari.

Setiap kali suatu perkara sulit bagi anda, maka tunggulah Kemudahannya.


* : Al-Muwaththa', (2/446); Ibnu Abi Syaibah, (5/335, 13/308); Al-baihaqi, Syu'ab Al-Iman, (7/205-206); dan Al-hakim, (2/301).

** : lafazh yang menunjukkan benda tertentu


Sumber : Pengalaman Pribadi dan Tafsir Juz 'Amma karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin terbitan Darul Falah

Jumat, 28 Januari 2011

Bersama Kesulitan ada Kemudahan

Kali ini saya hanya ingin berbagi cerita dengan para pengunjung blog ini (baca : CURHAT)...^_^

23 Januari 2011
Hari ini kupacu motorku menuju sebuah kota tentangga yang beberapa kali sudah kukunjungi. Agak tidak sesuai dengan rencana awal, karena awalnya hari ini saya dan ibu tercinta berencana mengunjungi rumah calon mertua, dengan maksud menanyakan kelanjutan kapan hubungan saya dan anaknya dapat resmi dan hahal dalam ikatan pernikahan, karena sudah berselang satu bulan saya melamar anaknya. Semakin mendekati rumahnya entah mengapa perasaan dag dig dug alias grogi masih saja ada dalam hati, sembari melafazkan doa dari lisan ini sepanjang perjalanan semoga nanti tidak ada salah ucap yang menyinggung calon mertua.

Sekitar pukul 10 lebih pagi itu sampailah diri ini dirumahnya, calon ibu mertua yang membukakan pintu, dan setelah duduk dia keluar ikut duduk bersamaku dan ibunya (duduknya berseberangan lho ya....) dan dari obrolan pembuka kuketahui bapaknya sedang pergi memancing bersama adiknya yang kebetulan sedang libur semesteran. Singkat cerita menjelang pulang kusampaikanlah maksud kedatanganku pada hari itu (bapaknya sudah bergabung). Di hadapan kedua orang tuanya kutanyakan bagaimana kelanjutan dari lamaranku kemarin, kapan ku bisa menikahi anak gadisnya itu, lalu oleh bapaknya dijawab bahwa prinsipnya untuk hal baik seperti ini haruslah disegerakan, lebih cepat lebih baik, kata beliau, namun dengan berbagai pertimbangan bagaimana kalau akad nikah saja dahulu dan untuk resepsi menyusul kemudian...."Yes, Alhamdulillah, cocok klo begitu" teriak girang dalam batin saya.

"Jadi bagaimana kalau akhir bulan ****** atau awal bulan ******? mas Luthfi setuju?"
"Baik pak kalau memang seperti itu jalan tengahnya, saya setuju, nanti saya sampaikan ke ibu saya" jawabku

Walhasil perjalan pulangku kulantunkan salah satu nasyid berjudul hari bahaia sembari tak henti hati ini bersyukur pada Alloh...padahal sebelum berangkat sudah kusiapkan kalimat negosiasi jika pihak sana mengetengahkan pilihan yang terlalu lama waktunya, tapi qodarulloh dimudahkan oleh Alloh.

Sesampainya di rumah ku ceritakan hasil kunjunganku tadi, dan ibu sepertinya masih keberatan jika harus akad dahulu, kenapa ndak dibarengin sama resepsi sekalian? begitu tanya ibu, namun sebelum keberangkatanku kembali ke ibukota beliau bilang "ya sudah klo maunya seperti itu"...plong...agak tenang sekarang...^_^

27 Januari 2011
Sepulang dari masjid setelah menunaikan sholat isya, ku telpon ibu, menanyakan kabar dan menyapanya serta menanyakan masalah rencana pernikahanku dan ternyata ibu masih keberatan, beliau mau mencoba mebicarakan lagi dengan pihak calonku bagaimana kalau akad dan resepsi dijadikan satu namun waktunya diundur lagi...langsung saja kembali hati ini gelisah, bunga bahagia yang kemarin-kemarin memenuhi hati ini tiba-tiba saja layu....ku coba memberi pengertian kepada ibu, bahwa tak masalah kalau akad dulu, agar diriku jadi lebih tenang, namun ibu masih saja berkeras...walhasil perjuanganku melobi ibundaku masih harus berlanjut....dan sebagaimana kemaren Alloh beriku Kemudahan berupa jalan tengah dari keluarga sang calon, kini Alloh beriku lagi ujian, namun kembali aku yakin bahwa dibalik ujian ini pasti akan ada Kemudahan...yakin...

oleh karenanya, mohon doa dari blogger-blogger semua ya, semoga Alloh mudahkanku untuk melobi ibunda, agar tak ku tergesa-gesa namun juga tak menunda-nunda untuk menyempurnakan separuh agama...lanjutan ceritanya ada di sini

Selasa, 25 Januari 2011

Doa seorang (calon) suami


Ya Alloh, Wahai Dzat Yang Maha Menguasai Hati, luruskan niatan dalam hatiku menujunya agar mampu ku sempurnakan agamaku...

Wahai Tuhan seru sekalian alam, bimbinglah hatiku agar mampu ku tunjukkan padanya betapa nikmatnya kehidupan berumah tangga dalam tali aqidah dan syariah...

Ya Alloh, bimbinglah kami untuk selalu bersyukur atas kenikmatan yang Engkau berikan...

Ya Rohmaan, Ya Rohiim, Ya Kariim, jadikanlah diriku kenangan yang baik bagi istriku jika Engkau mencabut nyawaku terlebih dahulu...Dan jadikanlah pula istriku kenangan yang baik bagiku jika Engkau mencabut nyawanya terlebih dahulu...

Ampunilah kami Ya Alloh, dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari kebangkitan kelak, hari dimana harta, suami-istri, dan anak-anak keturunan tiada berharga...Aamiin...


sumber : Buku "Bismillah...Jadilah Isteriku" karya Masnur Marzuki

Sabtu, 22 Januari 2011

Amalan Unggulan

Suatu hari, Rasulullah dan para sahabat berkumpul dengan Rasulullah disebuah majelis, di masjid. Ketika itu, tiba-tiba Rasulullah berkata, sebentar lagi, akan ada seorang sahabatku datang, dia adalah calon ahli surga". Para sahabatpun penasaran. Gimana lagi, masuk surga itu susah, makanya para sahabat berburu orang-orang yang diberi stempel "DIJAMIN MASUK SURGA", untuk dikorek tips dan kiat-kiatnya. Pada saat itu, para sahabat bertanya-tanya: siapakah gerangan orang itu? di majelis itu, sudah lengkap orang-orang hebat yang amalannya luar biasa, Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali bin Abi Thalib, dan orang-orang luar biasa perjuangannya disis Rosululloh, lengkap sudah, tidak ada yang absen. Siapakah orang yang dimaksud Rasulullah itu??

Beberapa menit kemudian, datanglah seorang sahabat yang berpenampilan sederhana. Sebut saja, si Fulan. Orang-orang terheran-heran, kok bisa dia jadi calon ahli surga?? Padahal, kalau dilihat-lihat, amalan kesehariannya rata-rata kok dengan para sahabat yang lain?

Hari berikutnya, dan berikutnya, Rasulullah pun berkata sama, dan orang yang sama juga yang dimaksud oleh Rasulullah. Akhirnya, salah satu sahabat, yakni Abdullah bin Umar bin Khattab rupanya tidak mampu lagi membendung rasa penasarannya. Dia meminta izin pada sahabat tersebut untuk menginap beberapa hari di rumahnya. Misi Abdullah bin Umar satu: untuk menjawab pertanyaan tentang amal apa yang dilakukn oleh si fulan hingga dia mendapat "stempel" ahli surga. Setelah beberapa hari Ibnu Umar memperhatikan tentang amalan si Fulan..hasilnya, amalan tersebut merupakan amalan yang juga tidak ditinggalkan oleh para sahabat lain. Lalu, apakah yang spesial yang lain daripada yang lain?? Pertanyaan itu tidak terjawab. Akhirnya, Ibnu Umar mengakui misinya itu kepada si fulan, dan langsung meminta jawaban atas pertanyaan di atas. si fulan pun menjawab,"Wahai Ibnu Umar, sesuai dengan yang engkau lihat, amalanku kurang lebih sama dengan amalan kalian. namun, ada satu hal..setiap malam, sebelum aku tidur, di atas ranjangku aku berkata 'Ya Allah, aku maafkan semua kesalahan dari saudara-saudaraku yang mereka lakukan padaku hari ini baik yang disengaja maupun tidak'. mungkin itu yang menyebabkan Rasulullah berkata seperti itu". Ibnu Umar berkata,"Ya, itulah yang menyebabkanmu menjadi ahli surga. karena amalan itu sangat berat sekali pelaksanaannya.."
(sumber: http://maryamsmeer.blog.com/3428345/)

Beda lagi dengan kisah Bilal bin Rabbah, salah seorang sahabat rosul yang suara terompahnya terdengar di surga, dalam suatu riwayat bahwa suara terompahnya terdengar di surga karena Bilal selalu setelah menunaikan wudhu dia akan sholat sunnah wudhu, Subhanalloh...

Dan masih banyak lagi kisah para sahabat rosul yang dengan amalan-amalannya walaupun mungkin terdengar sederhana namun dapat membuat mereka menjadi ahli surga. Lalu apakah yang dapat kita ambil hikmahnya dari kisah para sahabat rosul itu?
Salah satunya adalah bahwa kita sebagai seorang muslim minimal harus mempunyai satu amalan unggulan yang walalupun nampaknya merupakan hal yang sederhana namun bisa jadi amalan unggulan yang sederhana itulah yang menjadi jalan kita menjadi ahli surganya Alloh Subhanahu wa ta'ala...amalan unggulan sederhana yang diamalkan dengan istiqomah, bisa saja setiap hari kita melaksanakan sholat dhuha walaupun mungkin hanya 2 rokaat, atau setiap senin-kamis kita shoum sunnah atau mungkin yang lebih sederhana lagi, kita niatkan setiap pagi bahwa senyum salam dan sapa yang akan kita bagi kepada sesama pada hari itu sebagai bentuk ibadah kita kepada Alloh, niat lillahi ta'ala...sebuah amalan sederhana namun bisa jadi mengantarkan kita ke surga yang didamba...tentunya keistiqomahan dalam melakukan amalan unggulan kita itu harus didasari keimanan dan aqidah yang kuat terhadap AllohSubhanahu wa ta'ala, karena sebagaimana dalam sebuah hadits bahwa bukan amalan kita yang kan mengantar kita ke surga, namun ridho Alloh-lah yang kan membuat kita menjadi ahli surga-Nya, dan untuk meraih keridhoan Alloh maka salah satunya adalah kita harus dapat istiqomah dan niat lillahi ta'ala dalam beramal sholeh...

Dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"...Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit. (HR. Bukhari)


wallohu a'lam...

Kamis, 20 Januari 2011

"Hukum di Jaman Umar"

Umar sedang duduk beralas surban di bebayang pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Sahabat di sekelilingnya bersyuraa bahas aneka soal. Tiga orang muda datang menghadap, dua bersaudara berwajah marah yang mengapit pemuda lusuh nan tertunduk dalam belengguan mereka.

“Tegakkan keadilan untuk kami hai Amiral Mukminin”, ujar seorang pemuda. “Qishash-lah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatannya!”.

Umar bangkit. “Bertaqwalah pada Allah”, serunya pada semua. “Benarkah engkau membunuh ayah mereka wahai anak muda?”, selidiknya.

Pemuda itu menunduk sesal. “Benar wahai Amiral Mukminin!”, jawabnya ksatria.

“Ceritakanlah pada kami kejadiannya!”, tukas Umar.

“Aku datang dari pedalaman yang jauh”, ungkapnya, ” Kaumku mempercayakan berbagi urusan muamalah untuk kuselesaikan di kota ini. “, ” Saat sampai …”, lanjutnya, ” Kutambatkan untaku di satu tunggul kurma, lalu kutinggalkan ia. Begitu kembali, aku terkejut & terpana ” . “Tampak olehku seorang lelaki tua sedang menyembelih untaku di lahan kebunnya yang tampak rusak terinjak & ragas-rigis tanamannya”. “Sungguh aku sangat marah & dengan murka kucabut pedang hingga terbunuhlah si bapak itu. Dialah rupanya ayah kedua saudaraku ini.”

“Wahai Amiral Mukminin”, ujar seorang penggugat, “Kau telah dengar pengakuannya, dan kami bisa hadirkan banyak saksi untuk itu.”

“Tegakkanlah had Allah atasnya!”, timpal nan lain.

Umar galau & bimbang setelah mendengar lebih jauh kisah pemuda terdakwa itu. “Tegakkanlah had Allah atasnya!”, timpal nan lain. “Sesungguhnya yang kalian tuntut ini pemuda shalih & baik”, ujar Umar, “Dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat”, “Izinkan aku ..” ujar Umar, “..Meminta kalian berdua untuk memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan Diyat atas kematian ayahmu.”

“Maaf hai Amiral Mukminin”, potong kedua pemuda dengan mata masih nyala memerah; sedih & marah, “Kami sangat sayangi ayah kami.” “Bahkan andai harta sepenuh bumi dikumpulkan tuk buat kami kaya”, ujar salah satu, “Hati kami hanya kan ridha jiwa dibalas jiwa!”

Umar yang tumbuh simpati pada terdakwa yang dinilainya amanah, jujur, & bertanggungjawab; tetap kehabisan akal yakinkan penggugat.

“Wahai Amiral Mukminin”, ujar pemuda tergugat itu dengan anggun & gagah, “Tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah Qishash atasku.” “Aku ridha pada ketentuan Allah”, lanjutnya, “Hanya saja izinkan aku menunaikan semua amanah & kewajiban yang tertanggung ini.”

“Apa maksudmu?”, tanya hadirin. “Urusan muamalah kaumku”, ujar pemuda itu, “Berilah aku tangguh 3 hari untuk selesaikan semua. Aku berjanji dengan nama Allah yang menetapkan Qishash dalam Al Quran, aku kan kembali 3 hari dari sekarang tuk serahkan jiwaku”

” Mana bisa begitu!”, teriak penggugat.

” Nak..”, ujar ‘Umar, ” Tak punyakah kau kerabat & kenalan yang bisa kau limpahi urusan ini? “

“Sayangnya tidak hai Amiral Mukminin. Dan bagaimana pendapatmu jika kematianku masih menanggung hutang & tanggungan amanah lain?”

” Baik”, sahut ‘Umar, ”Aku memberimu tangguh 3 hari; tapi harus ada seseorang yang menjaminmu bahwa kau tepat janji tuk kembali.”

“Aku tak memiliki seorangpun. Hanya Allah, hanya Allah, yang jadi penjaminku wahai orang-orang yang beriman padaNya”, rajuknya.

“Harus orang yang menjaminnya!”, ujar penggugat, “Andai pemuda ini ingkar janji, dia yang kan gantikan tempatnya tuk di-Qishash!”

“Jadikan aku penjaminnya hai Amiral Mukminin!”, sebuah suara berat & berwibawa menyeruak dari arah hadirin. Itu Salman Al Farisi.

” Salman?”, hardik Umar, ” Demi Allah engkau belum mengenalnya! Demi Allah jangan main-main dengan urusan ini! Cabut kesediaanmu! “

” Pengenalanku padanya tak beda dengan pengenalanmu ya Umar”, ujar Salman, “Aku percaya padanya sebagaimana engkau mempercayainya” Dengan berat hati, Umar melepas pemuda itu & menerima penjaminan yang dilakukan oleh Salman baginya.

Tiga hari berlalu sudah.

Detik-detik menjelang eksekusi begitu menegangkan. Pemuda itu belum muncul. Umar gelisah mondar-mandir. Penggugat mendecak kecewa. Semua hadirin sangat khawatirkan Salman. Sahabat perantau negeri-pengembara iman itu mulia & tercinta di hati Rasul & sahabatnya. Mentari di hari batas nyaris terbenam; Salman dengan tenang & tawakkal melangkah siap ke tempat Qishash.

Isak pilu tertahan.

Tetapi sesosok bayang berlari terengah dalam temaram, terseok terjerembab lalu bangkit & nyaris merangkak. “Itu dia!”, pekik Umar . Pemuda itu dengan tubuh berkuah peluh & nafas putus-putus ambruk ke pangkuan Umar. ” Maafkan aku!”, ujarnya. “Hampir terlambat. Urusan kaumku makan waktu. Kupacu tungganganku tanpa henti hingga ia sekarat di gurun & terpaksa kutinggalkan, lalu kuberlari..”

” Demi Allah”, ujar Umar sambil menenangkan & memberi minum, “Bukankah engkau bisa lari dari hukuman ini? Mengapa susah payah kembali?”

” Supaya jangan sampai ada yang katakan”, ujar terdakwa itu dalam senyum, “Di kalangan muslimin tak ada lagi ksatria tepat janji.”

” Lalu kau hai Salman”, ujar Umar berkaca-kaca, “Mengapa mau-maunya kau jadi penjamin seseorang yang tak kau kenal sama-sekali?”

” Agar jangan sampai dikatakan”, jawab Salman teguh, “Di kalangan muslimin tak ada lagi saling percaya & menanggung beban saudara”

” Allahu Akbar!”, pekik dua pemuda penggugat sambil memeluk terdakwanya, ” Allah & kaum muslimin jadi saksi bahwa kami memaafkannya “

” Kalian.. “, kata Umar makin haru, “Apa maksudnya? Jadi kalian memaafkannya? Jadi dia tak jadi di-Qishash ? Allahu Akbar! Mengapa?”

“Agar jangan ada yang merasa”, sahut keduanya masih terisak, “Di kalangan kaum muslimin tak ada lagi kemaafan & kasih sayang.”

- Rangkuman kultwit #Hukum by Salim A. Fillah 19 Jan 2011-

Kamis, 06 Januari 2011

Episode Cinta (1) : Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?

31 Desember 2010

Jum'at ini sebenarnya hampir sama saja dengan jum'at yang telah lalu, hingga ketika hari beranjak siang ada suatu peristiwa yang sungguh peristiwa itu kurasa begitu lembut dan penuh cinta Alloh menegurku.
Siang itu seperti biasa salah seorang Satpam di Lantai dimana ruanganku berada bersiap untuk mengganti shift rekannya yang telah sedari pagi bertugas menjaga keamanan lantai ini. Sempat ku bertemu dengannya di depan lift dengan mengenakan jaketnya dan dia pun tersenyum kepadaku dengan senyum khasnya yang selalu kudapati ketika ku akan memasuki ruangan, namun senyumnya siang itu kurasa hanya sekedar senyum yang ia paksakan, yang kulihat disana ada sebuah beban yang mengiringi senyumannya. Begitu kondisinya sampai ku selesai sholat ashar, dia masih di depan lift dengan jaket masih melekat pada tubuhnya dan tidak duduk di meja Satpam, dan satu hal lagi bahwa Satpam yang sedari pagi menjaga sejak pagi masih terduduk disana, kulihat dia masih mencoba untuk tersenyum kepada orang-orang di lantai itu yang lewat di depan lift. Firasatku mengatakan ada yang tak beres dengan sang Satpam, pasti ada sesuatu yang membuatnya nampak bingung. Dan benar saja, saat sore menjelang selesainya jam kantor, saat itu diriku baru saja selesai berdiskusi dengan atasanku, dan ketika ku masuki ruanganku beberapa teman sedang membicarakan sesuatu tentang sang Satpam, langsung saja diriku bergabung dalam pembicaraan tersebut. Dari Pembicaraan tersebut ternyata, benar firasatku, bahwa ada sesuatu yang membuat sang Satpam terlihat bingung dan linglung. Ternyata siang itu adalah siang terakhir dia datang ke gedung dimana tempatku bekerja, karena di hari inilah, ketika dia dengan optimisme datang ke gedung ini untuk bekerja dalam rangka mencari nafkah untuk keluarganya, namun ternyata begitu dia akan bekerja yang ia dapati adalah SURAT PEMUTUSAN KONTRAK. Dan dalam pembicaraanku dengan teman-temanku sore itu salah seorang teman berujar "Alhamdulillah, kita harus banyak bersyukur ya, karena Senin depan kita masih dapat bekerja dan masih mendapatkan penhasilan sementara satpam tadi senin depan malah kehilangan pekerjaannya, dia mengawali tahun baru dengan hilangnya pekerjaan..."

Langsung saja setelah temanku berujar seperti itu yang terngiang dalam telinga dan hatiku adalah sebuah ayat cinta dari Sang Maha Cinta "Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?"
Sebuah teguran yang begitu lembut, begitu indah kepada kita hamba-hambaNya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah Dia karuniakan kepada kita. Dan inilah salah satu episode cinta dalam hidup kita ketika Alloh menegur dengan begitu lembut dan indah agar kita senantiasa bersyukur atas segala nikmatNya, bukankah dalam ayat yang lain Alloh juga mengabarkan Jika kita bersyukur maka Dia akan menambahkan nikmatNya kepada kita? Jadi tak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak senantiasa bersyukur sepanjang hari...fabi ayyi alaa irobbikuma tukadzdziban....