Kamis, 05 Agustus 2010

Ibunda

Kali ini ku ingin berbagi cerita tentang seorang manusia yang begitu besar pengaruhnya dalam kehidupanku. Sesosok manusia yang begitu gigih dalam perjuangannya, sesosok manusia yang begitu sabar hatinya, dan masih banyak hal lain yang baik dari dirinya yang tak dapat kusebutkan namun semua itu kurasakan. Cahaya cintanya tak pernah pudar menerangi setiap langkahku, hembusan angin kasihnya senatiasa menyejukkan diri ini, untaian doanya merdu terlantunkan senantiasa menyelimuti diri ini. Sungguh tak hentinya syukur kupanjatkan kehadirat Ilahi Robbi atas kehadirannya dalam kehidupanku. IBU demikian panggilanku kepadanya.

Sudah kurang lebih 15 tahun ibundaku berjuang sendiri mencari nafkah untukku dan kedua adikku, karena 15 tahun yang lalu ayahku sebagai pencari nafkah keluarga meninggal dunia karena kecelakaan, dalam kurun waktu tersebut ku lihat betapa gigihnya beliau, betapa tegarnya beliau melanjutkan perjuangan hidup kami dan dalam 15 tahun itu ibundaku memilih untuk tetap menjaga cintanya kepada ayahandaku. Kini sudah hampir 3 tahun, Alhamdulillah diri ini sudah dapat membantu ibundaku untuk biaya sekolah dan kuliah kedua adikku dan ketika kuingat lagi apa yang telah beliau lakukan untuk diri ini, maka semua yang kuberikan padanya selama 3 tahun ini tak berarti apa-apa. Dan kisah yang kan kubagi disini merupakan sekelumit kisah yang mencerminkan begitu cintanya, begitu sayangnya beliau kepada diri ini.

Malam tanggal 4 Agustus 2010, tepatnya setelah sholat maghrib, seperti biasa jika awal bulan setelah ku transfer sebagian penghasilanku untuk membantu ibunda di kampung sana, ku telepon beliau untuk mengabarkan bahwa diriku sudah mentransfer ke rekeningnya, dan setelah mengutarakan hal tersebut, tak henti ku cari topik pembicaraan lain agar ku dapat lebih lama berbincang dan melepas rinduku pada beliau. Hingga ku ingat bahwa akhir-akhir ini ku mempunyai keinginan untuk membeli rumah, dan hal ini pun ku ceritakan kepada ibunda, beliau mendukung inginku ini, dan setelah kuceritakan hitung-hitungan penghasilan ku jika ku mulai mencicil rumah, maka beliau pun mengatakan hal yang sangat menyentuh hatiku, “Sudah Fi, nanti kalau kamu jadi ambil rumah, dan kuliah adikmu sudah selesai, kirimanmu untuk ibu tidak sebesar yang biasanya juga tidak apa-apa”….deg….langsung sejenak ku tak dapat bicara, lalu setelah itu ku katakana kepada beliau “ya nggak gitu maksudnya bu, nanti kalau adik dah selesai kuliah kan saya juga kuliah tahun depan selesai, jadi alokasi dana buat kuliah masih bisa buat nambah nglunasin cicilan bu….”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar